MUNGKINKAH BELAJAR DARING BERBASIS CLOUD DITERAPKAN?



Oleh: Achmad Abimubarok, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana UHAMKA

KONSEP pembelajaran di Indonesia masih terpaku pada pertemuan tatap muka di kelas. Guru dan siswa harus hadir di kelas untuk mempelajari materi. Lalu bagaimana dengan siswa yang tidak bisa hadir? Mungkin karena sakit atau ada kegiatan lain. Di lain kondisi, guru mungkin tidak bisa mengajar.

Kenyataan yang terjadi, jika siswa atau guru tidak hadir di kelas, siswa tidak mempelajari materi dan guru akan sulit mengajarkan materi pembelajaran. Walaupun siswa tersebut masih bisa mempelajari materi yang tertinggal, situasi pembelajaran yang dijalani akan berbeda, sehingga capaian keberhasilan belajar pun berbeda. Guru pun begitu, mungkin masih bisa mengejar materi yang tertinggal, tapi waktu yang digunakan tidak efektif dan terkesan terburu-buru. Apakah konsep tatap muka seperti itu harus terus dipertahankan?

Pada era digital ini, konsep tersebut perlu diperluas lagi cakupannya. Tatap muka masih bisa berlangsung namun dalam waktu dan tempat yang bisa disesuaikan. Guru yang tidak bisa mengajar karena ada kegiatan di luar, bisa memberikan tugas yang bisa dikontrol pengerjaannya sehingga penilaian lebih objektif. Siswa yang tidak masuk pun bisa mempelajari materi yang situasinya sama persis seperti di kelas.

Cara belajar harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, dalam konteks ini adalah era digital. Harus ada motivasi yang kuat dari pemerintah hingga sekolah untuk menciptakan dan mengembangkan cara belajar pada era digital ini.

Masyarakat Indonesia tidak boleh lagi takut dengan kemajuan teknologi digital, sehingga menjadi penghambat laju perkembangan pendidikan. Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa siswa-siswa Indonesia sudah mampu menggunakan ponsel pintar (smartphone). Bahkan, ponsel pintar ini sudah menjadi kebutuhan sehari-hari untuk eksistensi diri dan mencari informasi. Tentunya, hal ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu, konsep pembelajaran daring (online) menjadi salah satu tantangan untuk pendidikan di Indonesia, khususnya dalam hal penerapannya di sekolah.

Penerapan pembelajaran daring di sekolah dapat menggunakan aplikasi berbasis cloud. Aplikasi berbasis cloud mungkin masih samar terdengar. Namun, keberadaannya di era digital sebenarnya telah terasa di tengah masyarakat seperti penggunaan pos-el dan juga media sosial.

Dalam penggunaannya untuk pembelajaran daring, aplikasi ini mengizinkan para pengguna untuk menjalankan program tanpa instalasi dan mengakses data pribadi melalui komputer dengan akses internet, seperti aplikasi Coursera, Udacity, dan edX. Intinya, aplikasi ini merupakan teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat server untuk mengelola data dan aplikasi pengguna.

Tiap sekolah di Indonesia mesti siap dan mampu untuk membuat aplikasi berbasis cloud agar pembelajaran daring bisa berlangsung. Fitur-fitur aplikasi yang harus diperhatikan antara lain:

Platform aplikasi yang dirancang khusus
Aplikasi ini memungkinkan masuknya siswa dengan jumlah yang besar. Maksudnya, jika aplikasi ini banyak diakses oleh siswa, tidak down atau lemah akses. Kemudian, aplikasi ini menyediakan fasilitas untuk menyimpan dan menyiarkan secara langsung (streaming) berdasarkan permintaan materi digital, dan mengotomatisasi prosedur penilaian dan pelacakan kinerja siswa.

Video belajar
Aplikasi ini mesti berisi video-video tentang pelajaran-pelajaran yang bisa ditonton berulang-ulang. Sehingga, siswa bisa terus mempelajari materi kapan pun dan di manapun. Kemudian, perlu adanya siaran langsung (streaming) saat pembelajaran di kelas. Jadi, siswa yang tidak hadir di kelas masih bisa belajar dari jarak jauh.

Konten penugasan
Guru bisa menginput tugas melalui aplikasi ini dan nilainya dapat langsung terlihat. Penugasan dengan model pilihan ganda menjadi yang paling objektif untuk penilaian siswa. Walaupun tugas uraian juga bisa diterapkan. Guru juga bisa menentukan batasan waktu penyelesaian tugas. Mungkin 10 jam, 12 jam, atau bahkan 24 jam. Sehingga, siswa juga tetap dilatih bersikap disiplin, walaupun di luar jam pelajaran sekolah.

Materi pendukung
Guru bisa menginput salinan slide Power Point, teks materi, audio, atau bentuk materi lainnya yang bisa diunduh oleh siswa. Guru tidak perlu repot-repot lagi untuk memfotokopi materi untuk siswa. Karena siswa bisa mengunduhnya melalui aplikasi.

Ruang diskusi
Siswa diberikan keleluasaan untuk berkomentar terhadap konten yang ada. Misalnya ada sebuah video tentang praktik berpidato. Maka siswa bisa berkomentar kelebihan dan kekurangan dari pidato tersebut. Siswa juga diberikan ruang untuk berdiskusi semacam forum. Forum ini akan diawasi oleh guru agar diskusi bisa sesuai dengan capaian yang diharapkan.

Apresiasi
Siswa bisa mendapat penghargaan berupa poin jika berhasil menyelesaikan tugas ataupun keaktifannya dalam diskusi. Penghargaan yang diberikan bisa berasal dari guru ataupun siswa lain. Konsep penghargaan bisa seperti pemberian “bintang” pada aplikasi-aplikasi pelayanan daring.

Analisis kinerja
Aktivitas siswa di aplikasi perlu dianalisis agar terlihat perkembangan belajarnya. Mulai dari keaktifan membuka aplikasi, berkomentar atau berdiskusi, penyelesaian tugas, menonton video belajar, atau mengunduh materi-materi pendukung.

Secara konsep, bisa terbayangkan mudahnya belajar, baik di dalam maupun di luar jam pelajaran. Guru bisa mengontrol aktivitas belajar siswa melalui aplikasi ini. Siswa juga bisa mengembangkan kemampuan belajarnya di luar kelas menggunakan aplikasi ini. Selain itu, ada potensi peningkatan minat belajar karena mereka belajar melalui hal yang sudah lekat dengan dirinya. Penggunaan aplikasi berbasis cloud untuk pembelajaran daring setidaknya memiliki empat karakteristik, antara lain:

Otonomi pembelajar. Siswa bisa memiliki konten atau keterampilan apa yang ingin mereka pelajari. Sehingga, pengetahuannya akan bertambah dan bisa menunjang pengalaman belajarnya.

Interaktivitas. Siswa bisa saling membantu dengan berdiskusi dengan diawasi oleh guru. Diskusi yang berjalan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling memberikan pengetahuan.

Keterbukaan. Siswa secara terbuka bisa melihat penilaian yang telah dicapai. Konten yang ada di dalam aplikasi boleh diakses, artinya tidak ada batasan untuk siswa dalam menambah informasi.

Keragaman. Konten di dalam aplikasi harus beragam dan menarik untuk menarik minat siswa. Konten-konten yang ada juga disesuaikan tingkat pengetahuannya. Baik tingkat kelas atau tingkat pengetahuan taksonomi bloom.

Pembelajaran daring menjadi tantangan bagi sekolah untuk menghidupkan suasana pembelajaran pada era digital. Kita tidak bisa menolak kehadiran era digital, jadi kita harus memanfaatkannya untuk sarana pengembangan pendidikan di Indonesia.

Untuk membuat aplikasi berbasis cloud, sekolah bisa bermitra dengan perusahaan atau ahli-ahli aplikasi. Pemerintah juga harus bisa mendukung sekolah yang berusaha menerapkan aplikasi ini. Guru harus siap untuk mengembangkan kemampuannya dalam penggunaan teknologi informasi. Orang tua siswa juga harus mendukung sekolah agar penerapan pembelajaran daring bisa terlaksana dengan baik. Jika semua komponen pendidikan bisa saling membantu maka akan terwujud pembelajaran daring di seluruh sekolah di Indonesia. Pendidikan Indonesia juga bisa bersaing dengan negara-negara yang pendidikannya maju dan banyak menjadi model pendidikan negara lain.[]


** Sebelumnya dipublikasikan di Visione.co.id dengan judul “Aplikasi Berbasis Cloud Bagi Pembelajaran Daring di Sekolah”


Komentar