OPINI: PATAH HATI DAN PEKERJAAN MENJADI PENYAIR


Helow fren! Di era milenial seperti sekarang ini sudah tidak asing lagi dengan hal-hal, entah itu kejadian atau informasi, yang menjadi viral. Apalagi setelah adanya media sosial. Hampir tak satu pun urusan yang mampu dirahasiakan. Setiap kejadian yang tidak seharusnya dipublikasikan justru akan jadi sesuatu yang menarik untuk disaksikan oleh banyak pasang mata serta telinga para netijen. Salah satunya yakni urusan hati. Iya gak?

Sebut saja misalnya ketika jatuh cinta, putus cinta, patah hati, selingkuh, ditikung temen, cinta bertepuk sebelah tangan, dan banyak kisah  nahas romantis lainnya. Nyaris seisi dunia akan melayangkan perasaannya di media sosial. Tapi hal itu pun menjadi sesuatu yang wajar bagi sebagian orang netijen. Sesuatu yang viral dan terkenal menjadi candu sendiri bagi para penjuru bumi di abad ini. Anak-cucu Adam menjelma jadi generasi yang ikut-ikutan tren (follower) dan mode yang selalu diperbincangkan oleh dunia. Tidak peduli itu baik ataupun buruk.

Tren galau-galauan menjadi mayoritas penghuni media sosial, selain bertenggernya isu-isu politik dan HAM belakangan ini. Tidak jarang juga para selebriti media sosial--dalam bahasa sekarang disebut selebgram--yang mengaku anak gaul tersebut kerap mendonasikan ungkapan hatinya ke seluruh penjuru dunia lewat media sosial. Dengan syair-syair bak penulis jempolan, para tuna-asmara itu mulai memainkan peranan sebagai penyair ala-ala.

Patah hati adalah jembatan terbaik untuk mencapai kepenyairan dengan instan tanpa MSG. Daripada bergalau-galau lalu minum obat nyamuk Bagyo, lebih baik mengirim curahan hati pada penjuru bumi. Selain perasaan jadi lebih lega, barangkali dan mudah-mudahan bisa terkenal juga. Meski si dia yang jadi penyebab patah hati belum tentu (mau) melihatnya.

Menjadi seorang penyair media sosial memang gampang-gampang susah, perlu pengendalian ekstra. Salah sedikit malah jadi lambe nyinyir. Pengendalian tersebut akan terwujud dalam diksi-diksi yang sarat akan makna, namun akan lebih indah pastinya. Sebab, selalu ada kesempatan di setiap kesempitan.

Tidak percaya? Patah hatimu di zaman gadget yang canggih ini akan membawamu menemukan hidup yang lebih bermakna. Daripada jadi tukang nyinyir, mendingan jadi penyair. Iya gak, netijen sekalian? [Salmafjr]

Komentar