ARTIKEL POPULAR: PENDIDIKAN MULTIKULTURAL; GLOBALISASI MENGIKIS MULTIKULTURALISME (Bagian I)


Oleh: Raena Rastari

Keadaan seluruh negara saat ini sudah dipicu oleh arus globalisasi. Kita hidup di dalam dunia transformasi yang memengaruhi hampir setiap aspek dari apa yang kita lakukan. Entah baik atau buruk, kita didorong masuk ke dalam tatanan global yang tidak dipahami sepenuhnya oleh siapa pun, tetapi yang dampaknya dapat dirasakan oleh kita semua. Itulah yang diperjelas Giddens dalam bukunya Runaway World bahwa globalisasi barangkali bukanlah kata yang menarik atau elegan. Globalisasi merupakan hal yang revolusioner, yang merangkul dalam berbagai dimensi politik, teknologi, dan budaya, juga ekonomi sudut yang condong menjadi sudut pandang berbagai kelompok masyarakat, dan puncaknya terdapat dalam pekembangan komunikasi.

Globalisasi merombak hidup kita secara besar-besaran. Globalisasi juga memengaruhi kehidupan sehari-hari dengan kadar yang sama besar dengan peristiwa besar dunia, dia tidak hanya menyelinap dalam sistem melainkan mempengaruhi kehidupan pribadi. Globalisasi tidak hanya menarik ke atas, melainkan juga mendorong ke bawah, menciptakan tekanan-tekanan baru bagi ekonomi lokal. Globalisasi menjadi alasan bagi kebangkitan kembali identitas budaya lokal di berbagai belahan dunia. Globalisasi juga menekan ke samping. Ia menciptakan zona-zona eonomi dan budaya baru di dalam dan antarbangsa (Giddens:1999). Di dalam hiruk-piruk globalisasi pendidikan adalah sebuah alat penting untuk membuka kesadaran global.

Pendidikan bertugas untuk mengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakat dan negara, juga terhadap umat manusia. Pendidikan lingkungan dan kependudukan, merupakan salah satu penunjang ke arah kesadaran global ini peningkatan rasa tanggung jawab global ini memerlukan informasi yang cepat dan tepat serta kecerdasan yang memadai. Tingkat kecerdasan suatu bangsa yang rendah sukar untuk dapat meningkatkan tanggung jawabnya terhadap perbaikan kehidupan yang sendiri, apalagi kehidupan global. Oleh karena itu, dituntut adanya pendidikan yang berkualitas dan bukan hanya penguasaan pengetahuan (H. A. R. Tilaar).

Di dalam proses transformasi budaya umumnya dapat dibedakan dua lapisan nilai yang terpengaruhi yakni nilai-nilai intrinsik dalam masyarakat dan nilai-nilai instrumental. Kedua lapisan nilai itu bukan tidak mungkin berubah karena pengaruh faktor-faktor globalisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai-nilai dasar itu sendiri sedang dalam proses pembentukan seperti nilai-nilai persatuan nasional, nilai-nilai budaya nasional, yang berakar dari budaya daerah. Dalam proses transformasi budaya akibat industrialisasi sangat penting adanya konstruksi identitas nasional yang berdasarkan kebudayaan nasional dan oleh sebab nilai yang paling hakiki dalam kehidupan masyarakat Indonesia terdapat dalam nilai-nilai Pancasila, maka sejalan dengan pembentukan masyarakat modern perlu diikuti dengan pengembangan identitas manusia Indonesia ialah manusia Pancasila, manusia yang berbudaya.

Dalam mulikulturalisme, H.A.R Tilaar mengungkapkan, globalisasi melahirkan kebudayaan yang bersifat monoisme kebudayaan atau monokulturalisme disebabkan imprealisme kebudayaan barat. Dan memang sudah jelas seperti yang telah diuraikan sebelumnya mengenai nilai-nilai instrinsik dan nilai-nilai instrumental dalam masyarakat yang semakin terkikis sejalan dengan arus globalisasi. Maka terdapat satu alat penting untuk mengantisipasi, memfilter, bahkan merekonstruksi masyarakat modern, dalam artian masyarakat yang maju untuk berkembang, yakni pendidikan. Pendidikan adalah alat tersendiri yang bisa mengembangkan manusia Indonesia tidak lepas dari identitasnya sebagai manusia yang berbudaya, manusia Pancasila.[]


** Penulis adalah penggiat IMM Jakarta Timur
*** Sumber gambar dari blog ini

Komentar