ESAI: MORALE OF STORY DAN KESALAHKAPRAHAN KITA

(Gambar diunduh dari link ini )

Selamat malam, gengs. Kali ini gua bakal share tulisan tentang penjelasan morale of story. Sebelum masuk ke pembahasan, jangan lupa share, like, comments, dan follow blog ini ya gengs. Jangan lupa juga kasih tahu tetangga dan netijen di akun medsosmu tentang blog ini. Biar kamu, tetanggamu, dan teman-teman medsosmu bisa mendapat informasi yang pastinya menarik dan bermanfaat. Eits, tapi jangan lupa sediakan kopi dan camilan buat nemenin di saat kamu baca tulisan ini.
Nah, mari kita mulai. Jadi, teman-teman yang budiman, beberapa waktu lalu gue sempat mampir ke Kafe Ruang Tengah di daerah Ciputat, Tangsel. Di sana kebetulan lagi ada diskusi soal kepenulisan, khususnya membahas tentang cerita. Diskusi pada malam itu dihadiri oleh sekitar 50 orang. Ya, tak usah ditanya, kafenya penuh meski gak sesak. Dan kebetulan juga yang mengisi diskusi adalah Kang Fahd Pahdepie, penulis buku best seller yang punya banyak follower. Bukunya banyak deh, mulai dari yang motivasi berkeluarga kayak Sehidup Sesurga,sampai kisah salah satu rekannya Hijrah Bang Tato, dan masih banyak lagi.
Kang Fahd, dulu sempat pakai nama Fahd Djibran sebagai nama penanya. Ah tapi itu tak begitu penting, dan tak ada hubungannya dengan pembahasan kita kali ini. Dalam diskusi malam itu sebenarnya banyak yang dibahas oleh Kang Fahd. Tapi di sini gue sebagai salah satu peserta diskusi itu bakal njelasin ihwal morale of story saja, gengs. Pasti penasaran kan dari tadi morale of story- morale of story terus, tapi gak dijelasin? Nih, gaes, morale of story adalah moral yang dibangun oleh sebuah cerita dalam batas-batas cerita atau story world.
Selama ini, ada semacam kesalahkaprahan atau kegagalpahaman dalam menafsirkan morale of story. Apalagi, di dalam pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah, kita juga pasti sudah belajar mengenai cerpen, prosa, dan karangan kan, gengs? Dalam pelajaran bahasa Indonesia biasanya kita dijelaskan mengenai unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Salah satu unsur intrinsik yang penting, menurut guru-guru dan buku paket bahasa Indonesia SD-SMA, adalah pesan moral atau amanat.
Pesan moral atau amanat biasanya muncul dengan dua cara. Secara tersurat atau secara tersirat. Ada penulis yang menuliskannya dalam cerita. Misalnya dalam cerita Kancil Nyolong Timun terdapat pesan bahwa “mencuri adalah perbuatan yang tidak baik”. Atau dalam cerita Malin Kundang yang terkenal itu, ada pesan bahwa “kita tidak boleh durhaka kepada orang tua”. Secara lojik (baca: logic) hal itu memang betul, bisa jadi itu pesan moralnya buat pembaca.
Tapi nih, fren. Buat kamu yang memang berminat banget menjadi penulis atau sedang berupaya menulis kisah cintamu yang maharomantis, kamu perlu tahu bahwa sebenarnya pesan moral semacam itu (yang dijelaskan di buku paket) “bukanlah suatu hal yang harus ada di dalam cerita”. Ah, pasti ada yang gak setuju nih. Ada yang bilang, “dalam cerita ya harus ada pesan moralnya, karena pesan moral itulah cerita harus hadir”. Dan pasti ada juga yang setuju dengan tulisan ini. Iya, kan. Semoga saja begitu. Hehee.
Nah, sebelum ngumpat-ngumpat tulisan ini gak jelas gengs, gue bakal jelasin. Sumpah ini gue juga baru tahu ketika dijelasin Kang Fahd di acara diskusi itu. Jadi, ada perbedaan cara memahami antara morale of story dengan pesan moral atau amanat dalam cerita. Kata Kang Fahd, pesan moral atau amanat dalam sebuah cerita adalah kesalahan tafsir dari story morale. Tadi di awal gue dah singgung bahwa morale of story adalah moral yang dibangun oleh sebuah cerita. Jadi beda, bukan pesan moral di dalam cerita, tapi moral yang dibangun cerita. Sekali lagi, morale of story adalah moral yang dibangun oleh sebuah cerita. Satu hal lagi yang perlu kita pahami, “moral” di sini bukanlah soal baik-buruk, benar-salah, dan justifikasi yang kita tahu selama ini.
Tapi, lebih kepada sebab-akibat yang hadir karena adanya story world atau dunia cerita. Dan dunia cerita itu pastinya dibangun oleh suatu cerita yang menjadikannya memiliki ciri khas atau karakter. Dunia cerita itu juga yang menjadi batasan-batasan bagi nalar, argumentasi, dan alasan kenapa cerita itu ada dan bagaimana cerita itu berlangsung.
Sederhananya begini. Kalau misalnya kita nonton anime, film Avenger, Doraemon, dan film-film atau cerita lainnya kita pasti bakal tahu sebab-akibat yang menyebabkan si tokoh utamanya melakukan sesuatu. Misalnya dalam film Avenger kita tahu bahwa Stark atau Iron Man itu adalah orang kaya raya. Kenapa dia kaya raya? Karena dia adalah seorang ahli atau penemu dalam bidang teknologi cyborg. Jadi, si empunya cerita menyusun sebab-akibat kenapa si tokoh berada dalam kondisi demikian (kaya raya). Gak ujuk-ujuk si tuan Stark itu adalah tokoh kaya raya yang kemudian jadi pembasmi kejahatan dan pembela kaum tertindas dengan kostum besinya, gengs.
Gimana? Sampai sini udah paham kan, apa bedanya morale of story dengan pesan moral dalam sebuah cerita? Sederhananya, moral yang dibangun dalam sebuah cerita adalah sebab-akibat yang menyebabkan si tokoh dalam cerita bisa melakukan sesuatu, menjadi sesuatu, dan dalam keadaan tertentu. Jadi, jangan salah kaprah lagi ya gengs. Sekian, terima kasih.  [sholeh]

Komentar